Pilih yang Mana? Menerima yang Datang atau Menunggu yang Hilang
Tips Ketika Berada di Tengah Penantian yang Tidak Kunjung Usai
Pixabay
Di tengah penantian yang tidak kunjung usai, sebagian besar wanita mengalami dilema dan merasa serba salah. Berada di antara dua pilihan. Menerima yang datang atau menunggu dia yang hilang.
***
Banyak wanita yang ingin segera menikah, tetapi saat ada pria melamar, tiba-tiba dia merasa belum siap. Menolak dengan berbagai alasan, padahal pria yang datang sudah sesuai kriteria. Namun, tetap saja ditolak dengan berbagai alasan.
Kadang pula ada yang masih ragu untuk melanjutkan langkah. Kebingungan harus memilih yang mana. Menikah dengan pria yang sudah siap berumah tangga, tetapi belum ada rasa cinta. Atau menunggu pria yang dicinta, tetapi pria itu belum tentu ingin segera menikah. Sulit bukan?
Jangan heran. Umumnya wanita memang lebih dominan memakai perasaan. Ketika hatinya sudah ada pria incaran, maka dia akan tertuju pada pria itu. Berharap kalau suatu saat bisa bersama-sama membangun pernikahan impian. Tetap setia menunggu. Meski yang ditunggu tidak kunjung memberi kepastian.
Sebagai wanita yang senantiasa menjaga diri, harusnya kita pandai-pandai dalam mengelola hati. Periksa kembali, sudahkah kita melakukan sesuatu hanya karena Allah Ta’ala? Demi mengharap ridho-Nya.
Netralkan Perasaan yang Ada Dalam Hati
Mengapa begitu banyak ungkapan yang melarang, untuk tidak melabuhkan rasa sebelum ada ikatan pernikahan? Karena jika seseorang sudah dibutakan oleh rasa cinta, maka dia akan sulit untuk berpikir secara logika. Iya ‘kan?
Untuk menyikapi hal demikian, ada baiknya kalau seseorang wanita yang belum ada ikatan pernikahan, dia menetralkan perasaan yang ada di dalam hatinya. Apalagi jika si wanita ini hadapkan dua pilihan, antara menerima yang datang atau menunggu yang hilang.
Hilangkan perasaan yang belum halal tadi. Pikirkan secara logika, di antara pilihan itu mana yang lebih baik. Serta mana yang lebih layak untuk dijadikan pasangan dalam rumah tangga. Kesampingan dulu masalah perasaan. Buat apa hanya memikirkan cinta kalau ujung-ujungnya tidak menemukan bahagia.
Pilih dengan pikiran jernih dan penuh pertimbangan. Jika pria yang datang memang sudah memenuhi kriteria sebagai seorang suami, apa salahnya untuk membuka hati. Lupakan dia yang belum pasti. Percuma menunggu sampai jamuran, kalau yang ditunggu tidak punya niat untuk datang.
Jangan pula terburu-buru untuk menerima, kalau yang datang tidak patut untuk dijadikan imam. Netralkan perasaan sebelum mengambil keputusan. Sekali lagi, pernikahan itu bukanlah sebuah perlombaan. Cepat belum tentu bersama dengan orang yang tepat.
Perhatian Agama dan Akhlaknya
Ini adalah cara yang tepat dan jalan menuju selamat. Meletakkan kriteria yang dianjurkan Rasulallah dibanding mengikuti perasaan hati yang terkadang salah.
Setelah perasaan sudah netral, tidak meletakkan cinta buta pada salah satu pihak. Langkah selanjutnya adalah memperhatikan agama dan akhlak pada pria yang datang tersebut. Apakah dia telah mampu untuk menjadi pemimpin dalam rumah tangga atau belum?
Perhatikan juga bagaimana shalatnya, bagaimana puasanya dan ibadah-ibadah lain yang wajib dikerjakan. Serta bagaimana pula akhlak pria tersebut terhadap keluarga, teman-teman dan lingkungan sekitarnya. Ini sangat penting, karena kelak pria yang dipilih ini diharapkan akan menemani sepanjang perjalanan hidup.
Tidak mungkin rumah tangga akan bertahan lama dan berakhir bahagia kalau hidup bersama suami yang buruk agama dan akhlaknya. Kasar, juga suka main tangan. Na’uzubillah, semoga kita semua dihindarkan dari pasangan seperti itu.
Membangun pernikahan dengan pria seperti itu tidak ubahnya seperti menggali lubang penderitaan. Hari-hari dihiasi dengan pertengkaran dan air mata karena sang suami tidak berpegang pada aturan agama. Kewajiban terhadap pencipta-Nya saja dia lalai, apalagi menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga.
Oleh sebab itu, wanita perlu berhati-hati. Kesampingkan perasaan yang semu. Salah dalam mengambil langkah, maka hanya ada penyesalan tiada guna.
Minta Pendapat Keluarga
Meski pendapat keluarga tidak sepenuhnya bisa diterima, tetapi ini bisa dijadikan acuan. Mintalah pendapat orang tua sebelum mengambil keputusan. Suruh pria tersebut untuk datang ke rumah, berkenalan dengan keluarga. Dari situ kita juga tahu, dia memang serius atau hanya sekadar main-main.
Terkadang kita tidak bisa menentukan langkah karena belum paham harus memilih yang mana. Menikah bukan hanya menyatukan dua orang saja. Melainkan dua keluarga besar yang tidak mungkin punya kebiasaan dan latar belakang yang sama.
Jika masing-masing keluarga sudah saling mengenal, akan terlihat apa saja yang cocok dan tidak cocok. Bisa saling menerima atau tidak. Itu semua bukan untuk menggali kekurangan, tetapi sebagai cara untuk saling mengerti dan menerima.
Salah satu kesalahan wanita adalah tidak melibatkan keluarga ketika hendak menikah. Hanya berpatokan pada pendapat diri sendiri. Padahal peran orang tua itu penting, mereka pasti lebih paham pria seperti apa yang untuk putrinya.
Tidak ada salahnya mendengarkan pendapat yang orang tua sampaikan mengenai pria tersebut. Mungkin saja ada beberapa hal yang luput dari pandangan kita. Toh, kalau memang yang disampaikan tidak sesuai kenyataan, kita juga tidak dipaksa untuk menerima. Keputusan tetap berada di tangan yang menjalankan.
Perkuat dengan Istikharah
Meletakkan segala sesuatu karena Allah di atas segalanya adalah langkah yang tepat. Tidak akan ada kekecewaan yang berarti, jika menerima ketentuan dari-Nya dengan lapang dada, hati yang terbuka.
Saat berada di tengah kegalauan dalam menentukan pilihan, mintalah petunjuk kepada Allah Ta’ala. Keluhkan apa menjadi sumber kebingungan pada-Nya. Setiap kesulitan pasti akan ada kemudahan. Dan setiap masalah tentu dibarengi dengan cara penyelesaiannya.
Rutinkan shalat istikharah sampai dapat jawaban, serta hilang semua bentuk keraguan. Akan ada tanda pria itu layak dipilih atau tidak. Tidak hanya lewat mimpi, ada banyak bermacam cara dari Allah untuk menunjukan baik buruknya pria tersebut. Mendekat atau menjauh, menjadi ragu atau bertambah yakin.
Istikharah itu untuk meminta petunjuk kepada Allah, kalau baik minta didekatkan. Kalau buruk minta dijauhkan. Jadi, persiapkan hati kalau yang terjadi tidak sesuai keinginan. Kita tidak berhak protes atau memaksakan kehendak. Terserah Allah mau mengarahkan jalan hidup kita kemana. Dia lebih tahu apa yang terbaik buat hamba-Nya.
***
“Jangan menghabiskan waktu dalam kesia-siaan. Mengabaikan yang datang demi menunggu yang hilang.”
-Canasyah.
Penantian panjang tidak akan sia-sia jika diisi dengan ibadah, semakin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Namun, melabuhkan pilihan juga bukan berarti langkah yang salah kalau menerima orang yang tepat sesuai kriteria.
Jangan sampai berada dalam penyesalan dan kekecewaan karena harapan tidak sesuai kenyataaan. Suka tidak dilarang asal jangan berlebihan. Mau bahagia, mau menderita pilihan ada di tangan kita. Masalah takdir biarlah yang menjadi urusan Allah Ta’ala.
Ingat, ya Salihah!
Pria yang mencintaimu tidak akan membuatmu lama menunggu. Jangan terlalu mengharapkan, nanti kecewa mendera jika yang terjadi tidak sesuai kenyataan. Semoga kita semua senantiasa diliputi rasa bahagia. Aamiin ya, Mujib.
Author : Aisyah Nantri
“Menulis adalah caraku bercerita kepada dunia.”
Selamat membaca di catatan pena Aisyah dan semoga ada manfaat yang didapat.
Post a Comment for "Pilih yang Mana? Menerima yang Datang atau Menunggu yang Hilang"
Disclaimer: Semua isi konten baik, teks, gambar dan vidio adalah tanggung jawab author sepenuhnya dan jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan/dirugikan silahkan hubungi admin pada disclaimer untuk kami hapus.