Mengapa Harus Pacaran, kalau Bisa Langsung Ke Pelaminan?
Tips dan Motivasi untuk Tidak Berpacaran
Pixabay
Canasyah - Persepsi yang salah lagi-lagi merebak di tengah masyarakat, menjadikan pacaran sebagai satu-satunya jalan untuk membentuk rumah tangga impian. Sebuah hubungan yang berlandaskan perasaan suka sama suka dan tidak punya ikatan yang sah. Bahkan, tidak dibenarkan dalam aturan agama karena mengarah kepada perbuatan zina.
Tidak bisa dipungkiri, maraknya perbuatan asusila diawali oleh hubungan yang bernama pacaran ini. Belum lama, seorang remaja putri dikabarkan bunuh diri dalam keadaan berbadan dua. Pria yang sudah menggaulinya tidak mau bertanggung jawab. Dia kehilangan kepercayaan dan merasa tidak kuat menanggung beban itu sendirian. Akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Segelintir kisah lain juga pernah hadir menghiasi laman berita. Dampak yang merugikan sudah jelas-jelas nampak di depan mata. Belum lagi hitungan dosa yang tidak terlihat, akan tetap tercatat karena melanggar aturan dari Allah. Memang dosa dan pahala adalah urusan pribadi masing-masing dan tidak merugikan kita. Cuma, tidak ada salahnya jika saling mengingatkan kalau pacaran itu banyak menimbulkan mudharat.
Misalkan, ada sepasang kekasih melakukan hubungan suami istri sebelum pernikahan. Lalu dari perbuatan tersebut si wanita mengandung. Dan mungkin saja si pria mau bertanggung jawab. Mereka menyembunyikan kehamilan dan menikah secara negara, walau di dalam agama tidak boleh ada pernikahan dalam keadaan berbadan dua. Namun, bagaimana nasib garis keturunan si anak?
Nasabnya akan mengikuti ibu, bukan ayah. Perwalian, harta waris dan lain-lain akan terpengaruh semua. Belum lagi cemoohan dari masyarakat sekitar yang semakin menimbulkan kegelisahaan. Jalan lain adalah menutup mata dari aturan agama demi menjaga nama baik keluarga. Anak di luar nikah tadi terpaksa ikut nasab si ayah. Akhirnya persoalan semakin rumit dan tidak tahu ujungnya akan kemana.
Secara psikologis orang tua yang pernah melakukan kesalahan tersebut juga merasa tidak nyaman. Was-was dan khawatir kalau si anak kelak juga akan melakukan perbuatan yang sama. Atau mungkin malah menganggap hal tersebut adalah biasa. Mau jadi apa generasi kita ini? Rusak.
Ada yang menolak anggapan bahwa pacaran hanya mendatangkan keburukan. Mereka mengatakan tidak semua yang berpacaran karena nafsu semata. Berpendapat bahwa hubungan percintaan ini seperti sebuah penyemangat untuk melakukan hal yang baik. Bisa saling memberi suport satu dengan yang lain.
Mereka yang berpacaran jarak jauh atau LDR pun tidak mau kalah dalam bersuara. Tidak ada zina dalam hubungan mereka, karena kedua pasangan kekasih ini tidak bertemu. Hanya berkomunikasi melalui sambungan telepon. Cuma ada suara, tulisan dan gambar sebagai ungkapan rasa cinta. Padahal, zina tidak melulu hubungan badan. Melihat dan memikirkan pun sudah termasuk berzina, apalagi jika dibarengi dengan sahwat. Na’uzubillah.
Lalu bagaimana mendapatkan pasangan kalau tidak dengan pacaran? Pernah dengar pertanyaan itu ‘kan. Ehm, Islam itu agama yang sempurna. Allah Ta’ala tidak melarang sesuatu tanpa memberikan solusi. Kita tidak dibiarkan begitu saja dalam kebingungan. Setiap ada larangan, jelas karena ada keburukan. Dan sudah pasti diberikan jalan lain yang membawa kebaikan.
Banyak kok, yang pacaran bertahun-tahun, tetapi tidak berjodoh. Hanya dijadikan pelampiasan semata. Lebih parahnya lagi justru hubungan itu malah meninggalkan luka. Akibat terlalu memupuk rasa cinta pada hubungan yang tidak dibenarkan. Ketika berpisah sulit untuk mengikhlaskan. Menggugat pun tidak mampu karena tidak punya ikatan yang sah.
Nyatanya pacaran memang tidak menjamin jodohnya seseorang. Melainkan, sebagai pengisi kekosongan waktu, sebelum pasangan yang ditakdirkan datang. Sungguh merugi, telah menghabiskan tenaga dan perasaan demi mengisi hari-hari bersama orang yang salah. Belum lagi jika ada luka yang tidak sengaja ditorehkan dalam hubungan itu.
Dari pada mengalami hal demikian, lebih baik menjalani cara yang sudah Allah berikan. Tanpa pacaran pun banyak yang bisa melangkah ke jenjang pernikahan. Mengikuti apa yang sudah disyariatkan. Menempuh jalur yang sudah semestinya untuk dilakukan. Lebih aman dan membawa keberkahan pula.
Menikah tanpa pacaran bukanlah hal yang mustahil. Untuk apa menghabiskan waktu dengan berpacaran, kita bisa taaruf. Minta bantuan kepada keluarga atau orang yang bisa dipercaya. Minta dicarikan calon pasangan yang satu visi dan misi dalam membangun rumah tangga. Di sana juga tidak serta merta langsung menikah.
Bisa tukar biodata, kalau ada ketertarikan lanjut dengan nadzor. Akan ada tahap pengenalan antar calon pasangan dengan didampingi keluarga atau perantara. Jadi tidak kesempatan untuk berdua-duaan. Biasanya untuk komunikasi pun mereka tidak terhubung secara langsung, lewat perantara tadi. Dikasih waktu pula untuk saling menyelidiki satu sama dengan yang lain.
Selama proses inilah calon pasangan akan saling mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing. Di sini ditekankan pula untuk saling jujur. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Niatkan semua karena Allah. Menjadikan keinginan untuk beribadah menjadi landasan utama. Jika salah satu atau kedua belah pihak merasa tidak cocok, taaruf ini tidak akan dilanjutkan. Namun, kalau mereka sama-sama cocok, akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu khitbah dan pernikahan.
Dengan menjalani proses seperti ini, tidak ada yang merasa tersakiti atau dirugikan. Apa pun keputusan akhir bisa diterima dengan perasaan yang ikhlas, karena niatnya memang karena Allah. Bukan untuk main-main dan mencari hiburan semata. Berlanjut atau tidaknya sudah dicatat sebagai ikhtiar yang benar.
Pacaran itu hanya untuk mereka yang ingin main-main saja. Belum siap untuk berumah tangga. Menjadikan hubungan hanya sebatas bersenang-senang. Tidak berani berkomitmen dan mempunyai tanggung jawab. Ujung-ujungnya tetap saja ditinggalkan meski sudah lama menjalin hubungan. Belum lagi jika seluruh jiwa dan raga sudah diberikan, yang tersisa hanyalah penyesalan.
Meski sebagian juga ada yang berjodoh, tetapi cara yang ditempuh itu salah. Tidak mendapat keberkahan. Dan pastinya ketika mereka menikah, indahnya kebersamaan sudah banyak berkurang. Getaran kasih sayang yang baru dirasakan sudah nampak biasa saja, karena sering diekspresikan ketika berpacaran. Baru menikah pun sudah dihinggapi kebosanan.
Beda dengan mereka yang menikah karena proses ta’aruf dan tanpa berpacaran. Lebih terasa indah dan bermakna. Seperti sebuah hadiah yang baru didapatkan setelah menahan diri untuk melakukan sesuatu yang dilarang. Manisnya pernikahan lebih banyak dirasakan. Keberkahan dalam rumah tangga juga akan turut membuat suasana bahagia.
Bagi yang terlanjur berpacaran, lebih baik akhiri semua itu. Jika memang sudah siap untuk berumah tangga, bisa langsung menuju ke pelaminan. Sahkan hubungan dalam sebuah ikatan pernikahan. Kalau pun belum siap, maka menjauh lebih aman. Putuskan! Hanya ada dua pilihan, Halalkan atau tinggalkan. Jangan khawatir! Tidak pacaran, bukan berarti jodoh tidak akan datang.
Author : Aisyah Nantri
“Menulis adalah caraku bercerita kepada dunia.”
Selamat membaca di catatan pena Aisyah dan semoga ada manfaat yang didapat.
Post a Comment for "Mengapa Harus Pacaran, kalau Bisa Langsung Ke Pelaminan?"
Disclaimer: Semua isi konten baik, teks, gambar dan vidio adalah tanggung jawab author sepenuhnya dan jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan/dirugikan silahkan hubungi admin pada disclaimer untuk kami hapus.