Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Ternyata Dia Lagi, Takdir Milik Allah episode 2

Novel Religi Penuh Motivasi Pelajaran Kehidupan


“Toloong! Toloong! Siapa pun di luar sana tolong buka pintunya. Becandanya jangan keterlaluan, ya!” teriak Nayra sambil menggedor pintu.

Suara yang keluar dari mulutnya terdengar menggema di ruangan sempit itu, tetapi tidak sahutan sama sekali. Gadis belia itu kebingungan dan kehabisan akal, telepon genggamnya ketinggalan di dalam tas.

Tentu saja hal itu membuat Nayra semakin sulit untuk mencari pertolongan dari luar. Ada rasa perasaan penyesalan dalam hatinya karena tidak membawa benda pipih itu.

Bentuk pintu yang dirancang sedemikian rupa tidak bisa didobrak oleh tenaganya sendiri. Ada celah kecil sebuah ventilasi udara di bagian atas dekat pintu.

Nayra berpikir untuk keluar dari celah itu, tubuhnya yang mungil pasti bisa melewatinya. Hanya saja jaraknya cukup tinggi membuat gadis itu tidak bisa meraihnya.

Sudah hampir tiga jam Nayra berada di toilet ini, jam tangan yang dipakainya sudah menunjukkan pukul 17.15 WIB. Jam tangan pemberian ayahnya sewaktu Nayra duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, sudah terlihat tak layak pakai lagi.

Kaca jam itu sudah retak dan warna talinya pun sudah memudar. Bagi Nayra itu adalah jam tercantik dan sangat berharga karena sang ayah yang membelikan.

Gadis itu mulai gelisah, dia sangat khawatir jika ayah dan ibunya cemas karena Nayra belum pulang dari sekolah. Apalagi Nayra tidak memberi kabar kalau hari ini pulang terlambat. Dia mulai memikirkan cara meraih celah kecil itu untuk keluar dari toilet ini.

Di ruangan ini tidak ada tangga, hanya ada beberapa ember berisi air. Kalau ditumpuk menjadi satu ember-ember itu bisa digunakan untuk berpijak.

Nayra mengosongkan semua ember, lalu gadis itu menyusunnya sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti sebuah bangku yang tinggi. Dengan keahlian seperti itu dia bisa meraih celah kecil itu.

Nayra berdiri di atas tumpukkan ember, tetapi lantai toilet sangat licin.

Bruuuk!

“Aduh!” teriak gadis itu.

Kepalanya terbentur keras, seketika suasana menggelap dan dia tak sadarkan diri.

*** 

Nayra mengerjapkan-ngerjapkan mata berulangkali, dia merasa sangat pusing. Aroma obat-obatan begitu menyengat. 

Gadis itu berada di sebuah ruangan klinik pengobatan. Namun, tidak ada seorang pun yang terlihat. Dia berbaring di ranjang kecil dengan balutan perban kecil di dahi.

Gorden pembatas tempatnya berbaring disingkapkan.

“Hai, Mbak Nayra, selamat Malam. Sudah bangun, ya.” Seorang suster berwajah cantik berjalan ke arahnya. Gadis itu membalas sapaan suster dengan senyuman kecil, dia merasakan kepalnya masih sedikit pusing.

“Mbak Nayra minum obat pereda nyeri dulu, ya, biar lukanya tidak terlalu sakit,” ucap suster cantik itu.

“Suster, saya harus pulang. Ayah dan ibu saya pasti cemas menunggu di rumah.” Nayra  mencoba bangkit dari tempatnya berbaring, tetapi karena merasa sempoyongan gadis itu duduk kembali.

“Mbak, istirahat saja dulu. Orang tua Mbak Nayra sedang menunggu di luar, nanti saya panggilkan,” ucap suster sambil memberi Nayra obat untuk diminum.

“Ehm.” Nayra merasa lega mendengar apa yang suster ucapkan. “Makasih, Sus.”

“Sama-sama. Tunggu sebentar, ya, Mbak.” Suster cantik itu berlalu.

“Alhamdulillah, orang-orang yang kusayangi ada di sini,” gumam Nayra.

Gadis itu merasa bersalah telah membuat orang tuanya merasa khawatir. Tidak dapat dibayangkan betapa cemas ayah dan ibunya mendapati Nayra belum pulang dari sekolah tanpa kabar berita.

Dia masih penasaran dan bertanya-tanya tentang siapa yang mengunci dirinya di toilet siang tadi, sudah keterlaluan dan berakibat mencelakakan orang lain.

“Nayra, kamu sudah bangun, Nak.” Bu Sofi memeluk Nayra dengan erat.

Meski ada kecemasan membayang di wajahnya yang teduh. Namun, wanita berusia 45 tahun itu masih terlihat cantik dan anggun dalam balutan jilbab besar yang dia kenakan. Kesederhanaan membuat diri wanita setengah baya itu makin sejuk dipandang.

“Ibu, maafkan Nayra. Nayra bandel sudah buat Ibu dan Ayah cemas.” ucap Nayra yang merasa bersalah.

“Nak, kamu tidak salah. Ibu yakin Nayra adalah anak yang baik,” ucap Bu Sofi mengelus kepala putrinya.

“Lain kali Nayra hati-hati. Kok, bisa terkunci di toilet sendirian?” selidik Bu Sofi.

“Ehm, anu, Bu. Tadi Nayra sakit perut jadi agak lama di toilet. Mungkin dikira tidak ada orang lagi di dalamnya, jadi dikunci dari luar,” ujar Nayra berbohong.

Nayra tidak mau Bu Sofi dan Pak Toni tahu kalau dirinya mendapat hukuman membersihkan toilet, karena dituduh berbuat curang saat ulangan. Kedua orang tuanya pasti akan merasa kecewa.

Terlebih Pak Toni, di usianya yang sudah hampir setengah abad tentu tidak setuju dengan apa yang menimpa Nayra. Pak Toni selalu menasihati Nayra untuk menjunjung tinggi kejujuran.

“Untung tadi ada teman Nayra yang belum pulang. Dia melihatmu di toilet dan membawa Nayra ke sini,” kata Pak Toni.

“Teman Nayra yang mana, Yah?” tanya Nayra.

“Ada, Nay. Ayah lupa namanya siapa tadi, dia pamitan ada yang mau dibeli di luar.” Pak Toni mengerutkan kening pertanda sedang berpikir.

Nayra menarik napas dalam. “Kita pulang sekarang aja, Yah. Nayra gak betah lama-lama di sini. Aroma obat bikin perut menjadi mual.”

“Kita tunggu sebentar lagi, Nak. Tidak sopan kalau tidak pamitan sama teman kamu, dia sudah repot-repot mau mengantar ke klinik ini,” ucap Pak Toni.

Kreek!

Pintu ruangan itu dibuka, seseorang masuk dan menghampiri tempat Nayra berbaring.

“Assalamu’alaikum, Om, Tante, eh ... Nayra sudah siuman, ya? Malam, Nay.” Dia tersenyum menatap Nayra.

Gadis itu merasa salah tingkah melihat siapa yang datang, seorang remaja tanggung berkulit putih yang bertemu dengan dirinya di toilet tadi siang, Arga Wijaya. Kaca mata yang menghias wajah Arga membuat remaja itu semakin terlihat tampan.

“K-Kak Arga,” gumam Nayra.

“Wa’alaikumussalam,” sahut Pak Toni dan Bu Sofi.

Bu Sofi mengelus lengan Nayra dengan usapan lembut. “Nayra, salamnya dijawab dulu, wajib hukumnya menjawab salam, Nak. Jangan kebanyakan bengong.”

“Wa-walaikumussalam. Ehm, jadi Kak Arga yang nolongin aku?” tanya Nayra pada Arga.

Gadis itu teringat kejahilan remaja pria itu, ketika Arga menakuti dia saat di toilet. Masih ada sedikit rasa kesal bercampur malu di dalam hati Nayra.

Arga hanya tersenyum dan kembali menggoda Nayra. “Tadi gak sengaja mau ke toilet malah lihat kamu tidur di sana.”

“Jangan-jangan Kak Arga yang mengunciku di toilet!” sentak gadis itu.

“Enak aja, kalau aku yang mengunci pasti sudah kutinggal kamu di sana biar jadi santapan penunggu toilet, hiiiih serem!” 

“Siapa tahu Kak Arga mau jadi pahlawan kesiangan dengan berpura-pura menolong aku.” Nayra tidak mau kalah beradu argumen dengan Arga.

Bu Sofi yang melihat tingkah laku mereka berdua langsung mencubit paha putrinya.

“Nayra,” tegur Bu Sofi.

“Aduuh! Eh, iya, habisnya ini orang dari tadi siang mencari gara-gara sama Nayra, Bu.” Gadis itu berusaha membela diri. “Kita pulang sekarang aja, yah, Bu. ‘Kan sudah ketemu sama yang nolong Nayra.”

“Yah, sudah sana bilang terima kasih dulu, Nak,” anjur Bu Sofi.

Nayra memandang Arga dan melontarkan ucapan terima kasih dengan sedikit ragu-ragu. “Kak Arga terima kasih sudah menolong Nayra.”

“Oke, Nayra. Sama-sama,” sahut Arga, “Om, Tante, biar Arga saja yang anter pulang. Kendaraan umum jam segini biasanya sudah tidak ada lagi.”

“Gak usah, Kak,” Nayra menyela ucapan Arga.

“Udah santai saja, kita ‘kan teman. Boleh, yah, Om, Tante?” Arga meyakinkan kedua orang tua Nayra.

“Kita bukan teman!” celetuk Nayra.

Bu Sofi kembali menegur putrinya, Nayra hanya memajukan bibirnya berpura-pura merajuk. Arga kembali menggodanya dengan memainkan alis di depan gadis itu.

Mereka keluar dari kamar tempat Nayra dirawat dan menyelesaikan biaya administrasi. Sesekali gadis itu mencuri pandang ke arah Arga. Berulang kali pula dia menarik napas dalam.


#Bersambung.... 

Author: Aisyah Nantri 

Sumber Pict: Pixabay


Selamat membaca di catatan pena Aisyah dan semoga ada manfaat yang didapat. 

Post a Comment for "Ternyata Dia Lagi, Takdir Milik Allah episode 2"