Teman Sesungguhnya, Takdir Milik Allah Episode 18
Novel Religi Penuh Motivasi Kehidupan
“Kalau Noval masih gangguin kamu bilang sama aku, Zah. Biar aku yang kasih dia pelajaran,” tawar Fahri memberi lampu hijau.
“Siap Kak Fahri. Oh, iya, ini teman aku namanya Nayra, dia pendatang baru di Yogya dan anak kos-an. Nayra, ini sepupu aku namanya Kak Fahri. Tenang saja Kak Fahri anak baik, sudah jinak dia, ha ha ha,” gurau Zahra memperkenalkan Nayra dan Fahri.
Fahri tidak kalah tampan dibandingkan dengan Arga, punya hidung yang mancung dan wajahnya mirip orang Arab ditambah janggut tipis di dagunya. Walau kulit putih tidak seputih Arga, tetapi auranya terlihat sangat meneduhkan.
Nayra menjadi teringat akan mimpinya waktu itu, mimpi ketika dia menghadiri sebuah pesta di taman. Kemudian bertemu dengan Arga dan seorang pria yang tidak dikenalnya, pria tersebut sangat mirip Fahri.
“Nayra jangan bengong. Lihatnya biasa saja nanti kamu terpesona terus jatuh cinta, deh. Kak Fahri memang sepupu aku yang paling tampan, Nay,” lanjut Zahra.
“Zahra,” tegur Fahri.
Zahra hanya tertawa kecil, gadis buru-buru menutup mulutnya. Nayra tersentak dari lamunan dan mengulurkan tangannya ke arah Fahri.
“Salam kenal, Kak Fahri. Nayra ....”
“Oke, Nayra. kau Muhammad Fahri sepupunya, tetapi kamu bisa panggil saja Fahri,” sahut Fahri.
Tangan Nayra menggantung di udara tidak ada sambutan dari Fahri, pemuda itu hanya menangkupkan kedua tangan di depan dada.
Hal tersebut membuat Nayra tercenung melihatntya, Zahra menyenggol bahu Nayra. Zahra tersenyum dan menganggukkan kepala memberi isyarat kalau Fahri tidak mau bersentuhan dengan lawan jenis. Nayra menjadi malu menyadari hal itu.
Fahri adalah pemuda yang sopan santun dan berakhlak baik. Selama mereka berbincang-bincang dia tidak pernah mau menatap Nayra dan Zahra secara langsung. Kebanyakan menundukkan kepala, tetapi tetap tegas dan berwibawa.
“Pantas saja dia Kak Fahri tidak mau menyambut uluran tanganku tadi, menyentuh Zahra yang masih sepupu saja Kak Fahri tidak mau,” gumam Nayra.
Tidak jauh berbeda dari Zahra, Fahri juga pintar dan berprestasi. Pemuda ini menduduki jabatan sebagai ketua sebuah organisasi keagamaan yang ada di kampus.
“Kak Fahri, Zahra mau minta tolong. Itu pun kalau boleh,” kata Zahra.
“Apa itu, Zah?” tanya Fahri.
“Nayra ‘kan pendatang baru di sini jadi belum banyak mengenal orang dan belum terlalu paham keadaan kota ini. Rencananya pekan depan aku mau mengajak Nayra hadir di Majelis Taklim tempat biasa Bilqis hadir. Semisal Zahra tidak sempat menjemput Nayra, Kak Fahri yang jemput, yah. ‘Kan bareng sama Bilqis.”
Nayra yang mendengar itu merasa tidak enak dan dia menyela pembicaraan.
“Zah, tidak usah repot-repot. Aku berangkatnya pas sama kamu saja.”
“Tidak apa-apa, Nayra. Nanti berangkatnya sama Bilqis adik sepupu aku yang cewek jadi tidak berdua sama Kak Fahri. Dia ‘kan anti berkhalwat dengan lawan jenis, kamu tidak khawatir bakalan diculik, Nay,” gurau Zahra.
“Boleh, kok. Nayra kosnya di mana? Nanti aku yang jemput biar berangkatnya bareng. Sekalian kamu juga ikut Zahra jadi kita bisa sambil jalan-jalan mengenalkan kota Yogyakarta kepada Nayra,” sahut Kak Fahri menawarkan bantuan.
Zahra sangat senang mendengar tawaran dari Fahri, dia terlihat antusias
“Wah, boleh banget tuh, Kak. Zahra juga sudah lama tidak jalan-jalan sekalian berakhir pekan biar pikiran lebih fresh. Gimana mau gak, Nay?” tanya Zahra pada Nayra.
“Mau, Zah. Terima kasih kamu sudah mau menjadi sahabatku di sini. Alhamdulillah aku ketemu kalian yang baik banget jadi tidak merasa sendiri di kota ini,” sahut Nayra senang.
“Santai saja, Nayra. Anggap kami ini saudara kamu di Yogya, bukankah sesama muslim itu bersaudara? Semisal kuliah lagi libur kamu boleh banget kalau mau main ke rumah aku, karena pasti bakal jenuh wara-wiri kampus dan kos-an terus. Selain belajar kita juga butuh hiburan dan pengecas iman. Biar balance, seimbang antara dunia dan akhirat. Di kampus dan Majelis Taklim kita menuntut ilmu sedangkan jalan-jalan sebagai hiburan. Niatkan semua karena Allah sehingga mendapat bonus pahala,” tutur Zahra panjang lebar.
Nayra menganggukkan kepala mendengar celotehan Zahra, gadis periang dan cerdas itu. Setiap yang Zahra bicarakan seperti meluncur tanpa hambatan.
Bagaikan sebuah dakwah yang dikemas ringan dan terasa gampang dicerna. Tidak ucapan yang sia-sia keluar dari bibirnya menandakan Zahra adalah gadis yang berkualitas.
Zahra dan Fahri memang dibesarkan oleh keluarga dan lingkungan yang kental akan aturan agama. Yogyakarta memang identik dengan lingkungan santri, tidak sulit menemukan orang-orang yang menjalankan sunah.
Wanita yang berjilbab lebar dan bercadar juga banyak. Tutur kata mereka pun lembut penuh tata krama. Tampak anggun dan menyejukkan mata.
Zahra ... Zahra ... pantas saja kamu dipanggil uztazah. Kalau kamu lagi bicara seperti ustazah yang sedang menyampaikan dakwah,” gurau Fahri.
Zahra tertawa mendengar gurauan Fahri. “Siapa tahu ‘kan nanti benaran jadi ustazah.”
“Aamiin allahumma aamiin. Nayra sabar saja kalau nanti kamu tiap hari mendengar ceramahan ustazah Zahra. Dia memang dari kecil terkenal cerdas dan agak suka bicara,” lanjut Fahri.
“Santai saja, Kak. Malahan aku senang bisa kenal sama gadis secerdas Zahra, jadi aku bisa belajar banyak hal dari dia. Aku lagi berusaha memperbaiki diri, kalau sama Zahra nanti akan ikut termotivasi,” sahut Nayra sambil merapikan anak rambutnya yang keluar.
“Baiklah, Zahra, Nayra, aku duluan karena masih ada sedikit urusan. Nanti kalau ada perlu atau butuh bantuan kabarkan saja dan jangan sungkan-sungkan. Assalamu’alaikum.” Fahri berlalu meninggalkan Nayra dan Zahra.
“Wa’alaikumussalam,” jawab mereka berbarengan.
-Semua akan indah dan menenangkan kalau kita melihat
melalui kacamata iman.
Dunia hanyalah tempat singgah sebelum pulang ke kampung
yang sesungguhnya.-
Post a Comment for "Teman Sesungguhnya, Takdir Milik Allah Episode 18"
Disclaimer: Semua isi konten baik, teks, gambar dan vidio adalah tanggung jawab author sepenuhnya dan jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan/dirugikan silahkan hubungi admin pada disclaimer untuk kami hapus.