Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Sebuah Penawaran, Takdir Milik Allah Episode 6

Baca Novel Religi dan Motivasi Pelajaran Kehidupan


Tidak cantik bukan berarti tidak menarik, akan ada manusia yang menilaimu tidak dengan melihat fisik.

*** 

Di perpustakaan sekolah.

Sama seperti hari-hari sebelumnya ruangan ini sepi pengunjung. Murid-murid di sekolah lebih memilih kantin dan tempat lainnya saat jam istirahat, hanya ada beberapa murid yang terlihat sedang membaca dan mencari buku.

Nayra menuju rak dekat lemari yang berisikan novel dan majalah. Berulang kali gadis itu membolak-balik tatanan buku yang ada di rak tersebut.

Pilihannya jatuh pada sebuah novel yang nama penulisnya tidak terlalu akrab di telinga. Namun, cover dan judulnya terlihat menarik, Nayra berharap isi novel itu bisa membuat dia larut dalam ceritanya.

Si gadis belia memilih bangku panjang yang tidak jauh dari pintu masuk, membuka lembaran demi lembaran kertas pada novel yang ada di hadapannya.

Alur cerita dalam novel itu cukup bagus, sebuah drama Cinderella yang dikemas dalam cerita modern. Pikiran Nayra ikut hanyut larut dalam kisah yang tertuang di sana seakan-akan dia ikut memainkan peran.

“Ehm ...”

“Ehm ...”

Suara berdeham terdengar berkali-kali, Nayra berusaha untuk tidak mengacuhkannya. Akan tetapi, lama kelamaan suara itu membuat dia merasa terganggu dan kehilangan konsentrasi.

Nayra mengalihkan pandangan menatap orang yang duduk di bangku seberang. Wajah orang itu tertutup oleh buku yang sedang dia baca. Si gadis belia masih diam mengamatinya.

Lima menit berlalu.

Orang itu menurunkan buku dari depan wajahnya sambil tersenyum semringah.

“Nayra, kamu di sini juga?” tanya si pemilik wajah tampan itu berlagak polos. Arga Wijaya meletakkan kedua tangannya di pipi, Nayra menjadi terkesima melihat pemandangan yang langka tersebut. 

“Kak Arga ... Nayra pikir siapa.”

“Kamu juga suka baca, Nay?”

“Ehm, kadang-kadang saja. Daripada bengong di kelas mending ke sini.”

Arga melirik buku yang sedang di pegang Nayra.

“Daripada baca novel fiksi seperti itu mending kamu baca buku yang agak berbobot. Bisa melahap buku Matematika atau buku yang berisi tentang ilmu Fisika kelihatannya lebih berguna, Nay. Lebih membuat otak kita cerdas.”

Arga memang termasuk siswa berprestasi di sekolah ini, buku yang dipegangnya adalah buku berukuran agak tebal dengan cover berjudul rumus-rumus yang sama sekali tidak dimengerti oleh Nayra.

“Jangan salah, novel fiksi juga berguna, Kak. Bisa membuat otak lebih fresh, larut dalam ceritanya bisa melupakan penatnya dunia. Bisa memotivasi orang seperti Nayra ini biar tidak mudah putus asa,” Nayra berusaha menyanggah pendapat Arga.

“Nayra, Nayra, kalau mau fresh yah mandi, Nay. Jangan baca buku nanti yang ada tambah sumpek dan bau apek. Hahaha ....” Arga menertawakan Nayra.

Beberapa murid yang berada tidak jauh dari mereka melihat dengan pandangan tidak mengenakkan dan merasa terganggu.

Arga yang merasa diperhatikan buru-buru menutup mulutnya dengan tangan. Nayra diam, wajah siswi itu terlihat memerah. Dia tersindir mendengar ucapan Arga hatinya tiba-tiba menjadi sensitif.

“Nayra, kamu tidak apa-apa ‘kan?” tanya Arga.

“Ehm, enggak, kok. Memangnya aku bau, yah, sampai dikira belum mandi dan bau apek?” ujar Nayra polos, dia mengendus seragam yang sedang dikenakannya.

Raut wajah Arga menjadi serba salah, dia merasa tidak enak hati terhadap Nayra. “Aduh, aku salah bicara. Jangan diambil hati aku hanya bercanda, Nay. Oh, iya, gimana keadaanmu sekarang? Aku sampai lupa menanyakan kabarmu.”

“Seperti yang terlihat, segar bugar sehat wal afiat. Apa aku kelihatan seperti orang sakit?” balas Nayra mengangkat kedua bahunya.

“Yah, siapa tahu aja masih diganggu makhluk halus penunggu toilet,” goda Arga, pemuda itu kembali larut dalam buku yang dia baca. 

Nayra mencebikkan bibir mendengarnya.

“Kalau sedang serius seperti ini tingkat ketampanan Kak Arga bertambah beberapa tingkat. Apalagi di tambah hiasan kaca mata yang bertengger di wajahnya, makin membuat dia terlihat cerdas dan karismatik. Sayangnya punya kepribadian yang menjengkelkan,” gumam Nayra.

“Kamu ngomong apa tadi? Yang jelas jangan seperti orang kumur-kumur.” Arga mendengar gumaman Nayra yang samar-samar.

“Gak ngomong apa-apa, Kak Arga salah dengar,” Nayra mencoba mengelak.

“Tadi aku dengar kamu bilang aku tampan, betulkan?”

“Gak ada. Nayra itu mau nanya Kak Arga ngapain di sini? Ngikutin Nayra yah?”

“Kelihatannya aku sedang ngapain? Baca buku ‘kan. Apa terlihat seperti orang yang meminta sumbangan?” Arga balik bertanya membalas perkataan Nayra. “Lagian ngapain juga aku ngikutin kamu, ge-er.”

Jawaban itu terdengar menjengkelkan di telinga Nayra, dia merasa menyesal menyapa Arga. Gadis itu memajukan bibirnya sambil mengusap wajah kasar.

Arga terbahak ringan. “Aku hanya bercanda, Nay. Lucu kamu, unik. Baru kali ini aku bertemu orang seperti kamu.”

“Memangnya Nayra barang antik sampai dibilang unik,” tukas Nayra, dia masih sedikit sebal dengan ucapan Arga.

“Seriusan, kamu beda dari cewek-cewek yang pernah aku kenal. Cuek, apa adanya, lucu, dan ....”

“Dan apa?”

“Ada sesuatu dalam diri kamu yang tidak dipunyai cewek lain. Kamu menarik meski tidak terlalu cantik. Untuk ukuran wajah standarlah, tidak jelek-jelek banget. Lumayan manis dengan postur tubuh yang mungil malah terlihat imut. Rambut bergelombang sangat jarang ditemui sekarang. Langka. Hanya sisi feminimnya agak kurang dan perlu diasah jangan terlalu bar-bar.”

Nayra membelalakan mata mendengar apa yang Arga ucapkan, si remaja pria memuji sekaligus memberi kritik dan saran seperti seorang juri dalam ajang kecantikan.

“Hei, Nay. Kenapa kau melihatku seperti itu? Bener ‘kan yang barusan aku bilang.” Arga melepas kacamatanya dan memperhatikan raut wajah Nayra.

Nayra menarik napas dalam dan menghembuskannya secara perlahan. “Kak Arga memuji sekaligus menghinaku, tentu saja aku tidak peduli dengan apa yang Kakak ucapkan. Tidak berpengaruh sama sekali dalam hidup seorang Nayra.”

Gadis itu mencoba menutupi perasaannya yang mulai membenarkan ucapan Arga, dia bersikap seolah tidak peduli. Naluri seorang wanita masih melekat dalam dirinya, secuek apa pun pasti suka disanjung seorang pria.

“Bukan menghina, Nayra. Ini adalah bentuk kepedulian sebagai seorang teman. Ayolah kita berdamai, mengapa sikapmu seolah menutup diri dari dunia luar? Mari kita berteman.” Arga menyodorkan jari kelingkingnya sebagai simbol perjanjian.

Nayra tetap saja tidak menyambut uluran tangan itu.

“Nayra, dunia ini indah. Bukalah mata kamu, jangan hidup di duniamu sendiri. Jangan membangun tembok yang tinggi buat orang yang ingin mengenalmu lebih. Hidup ini singkat, Nay.”

Ragu-ragu Nayra mengulurkan tangannya. Arga bergerak meraih dan kelingking mereka bertemu membentuk sebuah jalinan.

“Mulai sekarang kita berteman, oke? Jangan merasa sungkan, Arga dan Nayra tidak boleh bermusuhan.”

“Kak Arga kenapa mau berteman sama Nayra? Sedangkan mereka di luaran sana menganggap Nayra aneh dan udik.”

“Kamu itu bukan aneh, kamu unik. Cewek seperti kamu langka, berkepribadian menyenangkan dan asyik serta apa adanya. Aku aja nyaman dekat sama kamu, Nay.”

Nayra mulai tersentuh mendengar ucapan Arga.

“Apa salahnya menerima uluran tangan untuk sebuah pertemanan?” Batin Nayra.

Gadis itu mulai menghilangkan segala bentuk prasangka kalau dunia hanya milik mereka yang berharta.

#Bersambung ....


Author: Aisyah Nantri 

Sumber pict: Pixabay


Selamat membaca di catatan pena Aisyah dan semoga  ada manfaat yang didapat.

Post a Comment for "Sebuah Penawaran, Takdir Milik Allah Episode 6"