Mulai Curiga, Takdir Milik Allah episode 19
Novel Religi Penuh Motivasi Kehidupan
Drrrttt-drrrttt!
Telepon genggam milik Nayra bergetar pelan, video call dari Arga Wijaya. Nayra menekan tanda terima panggilan.
Wajah yang tidak asing muncul di layar ponsel, seorang pemuda tampan dengan kacamata di wajahnya.
Pemuda itu terperangah menatap Nayra tidak bergeming. Raut wajah terkejut tergambar jelas di sana, Nayra melempar senyum ke arahnya.
“Assalamu’alaikum. Hai, Kak Arga, bagaimana kabarnya,” sapa Nayra.
“W-wa’alaikumussalam ....” Wajah Arga masih terlihat bingung.
“Kak Arga kok bengong. Bagaimana kabarnya?” ulang Nayra sambil melambaikan tanga di depan layar ponsel.
“Eng-enggak. Kabar aku baik, Nay. Aku tidak salah lihat ‘kan?” Arga mengusap-usap matanya.
“Yups, betul. Aku sekarang sudah pakai jilbab, Kak,” kata Nayra mengangkat ujung jilbab berwarna maroon yang sedang dipakainya.
“Kamu cantik Nayra mirip ustazah yang adiknya seorang youtuber itu. Aku sampai pangling lebih teduh lihatnya,” puji Arga.
Nayra tersipu malu mendengar pujian Arga, berulangkali gadis itu menarik ujung hidingnya karena salah tingkah.
“Alhamdulillah, Kak Arga bisa aja.”
“Maaf, yah, Nayra. Sudah lama aku tidak menhubungi kamu soalnya aku sedang banyak kesibukkan.”
“Tidak apa-apa, Kak, aku juga mengerti pasti banyak hal yang harus dipersiapkan di sana.”
“Harusnya sebelum berangkat ke Paris, aku kursus bahasa Prancis dulu di Jakarta, tetapi karena waktunya sudah tidak cukup jadi aku belajar di sini. Belum lagi kesibukkan di kampus, banyak hal yang harus kukerjakan. Bagaimana kuliah kamu, Nay?”
“Sangat menyenangkan, Kak. Sepertinya Nayra bakalan betah tinggal di sini, banyak hal-hal baru yang aku temukan. Sekarang aku juga sering ikut kajian. Kebetulan ada teman penduduk asli Yogya yang mengajak Nayra datang ke Majelis Taklim, orangnya baik banget, cantik dan pintar.”
“Wah ... bagus dong, Nayra. Pantas saja kamu sekarang kamu sudah pakai jilbab.” Arga menatap wajah Nayra melalui pantulan pada layar ponselnya.
“Kalau jilbab Nayra memang sudah pakai sebelum ke Yogya. Dulu salah niat memakainya karena biar dapat beasiswa, tetapi sekarang kerena ingin menjalankan perintah Allah. Nayra juga merasa nyaman memakai jilbab, lebih aman dan terjaga,” jelas Nayra.
“Nice, Nay. Alhamdulillah tambah dewasa kamu sekarang.”
“Aku di sini kos jadi harus lebih bisa menjaga diri. Kak Arga di Paris tinggalnya di kos juga?” tanya Nayra.
“Kalau di sini namanya bukan kos, tetapi flat. Tempatnya sangat nyaman. Nih, kamu bisa lihat sendiri,” tunjuk Arga.
Arga memutarkan telepon genggam miliknya, menunjukkan setiap sudut ruangan tempat tinggalnya pada Nayra. Terlihat sebuah tempat tinggal sederhana.
Walau kecil, tetapi sangat rapi. Susunan buku-buku menumpuk di atas rak, serta tertampang foto Nayra dan Arga yang diambil ketika acara perpisahan pemuda itu.
“Rumahnya rapi, yah, Kak,” puji Nayra.
“Bukan rumah, Nay, ini flat,” ulang Arga, “Flat bentuknya seperti apartemen, tetapi lebih minimalis dilengkapi fasilitas ala kadarnya. Biaya hidup di sini sangat tinggi. Oh, iya, kamu di Yogyakarta kos bersama siapa?”
“Aku di sini kos sendiri. Jaraknya tidak terlalu jauh dari kampus, tetapi kosan aku biasa saja kalau dibandingkan flatnya Kak Arga,” keluh Nayra.
“Tidak boleh bicara seperti itu, Nayra. Tetap bersyukur dalam keadaan yang sekarang,” ujar Arga mengulas senyuman.
Tiba-tiba Nayra teringat sesuatu yang membuat perasaannya menjadi tidak nyaman. Wajah seorang siswi cantik yang angkuh melintas di benaknya. Cindy Maharani, gadis yang selalu menghina dan berusaha membuat hatinya terluka.
“Bagaimana kabar Cindy, Kak? Kak Arga satu kampus sama dia pasti kalian sering bertemu,” selidik Nayra.
Ekspresi wajah Arga di seberang sana terlihat menggemaskan, pemuda itu mengerlingkan mata dan tidak ketinggalan memainkan kedua alisnya.
“Kok, kamu tumben menanyakan kabar Cindy. Hayoo ... cemburu, yah,” gurau Arga.
Nayra tidak menanggapinya, dia pura-pura marah dan memasang wajah cemberut.
“Nayra, kamu tenang saja, Cindy tidak satu universitas sama aku. Malah aku yang khawatir kalau kamu akan berpaling. Apalagi sekarang kamu semakin cantik, rasanya pengen cepat-cepat libur biar bisa pulang ke Indonesia,” sambung Arga.
“Bagaimana aku mau tenang? Cindy orangnya nekat, Kak. Sampai-sampai undangan beasiswa saja dia tolak, lebih memilih menyusul Kak Arga ke Paris. Apalagi orang tua Kakak dan orang tua Cindy sangat dekat. Sepertinya kecil kemungkinan kalau kita bisa bersama.”
Nayra merasa pesimis mengingat tanggapan Tante Mirna ketika bertemu dengannya kala itu. Benar apa yang diucapkan Cindy, jelas sekali kalau Tante Mirna tidak suka melihat Arga dan Nayra dekat.
“Kamu jangan berpikir berlebihan. Kita fokus di pendidikan dulu dan jangan terbeban oleh hal itu. Kalau waktunya sudah tiba aku pasti datang menjemput kamu. Yang penting itu kamu jaga kesehatan dan tetap semangat menjalani hari.”
Arga mengusap kamera layar telepon genggamnya, menyerupai sebuah usapan lembut di kepala Nayra yang ada di layar benda pipih itu. Nayra memejamkan mata menikmati setiap detik sentuhan virtual yang Arga berikan.
“Kak Arga di Paris juga jaga diri dan jaga hati,” bisik gadis itu.
Di luar flat milik Arga Cindy dan seorang wanita asing mengetuk pintu flat milik Arga dan memanggil namanya. Arga memutar pandangan ke arah sumber suara kemudian berbalik lagi ke arah layar ponsel.
“Iya, Nay. Nanti kapan-kapan aku telepon kembali. Bye, Nayra,” kata Arga buru-buru memtuskan sambungan telepon.
Arga melambaikan tangan dan menghilang dari layar ponsel. Ada perasaan mengganjal di hati Nayra, sesuatu yang membuat pikiranya menjadi tidak tenang. Gelagat Arga membuat gadis itu curiga.
“Suara siapa itu, Cindy atau ...,” gumamnya.
“Assalamu’alaikum, paket!” teriak seseorang dari luar.
“Paket atas nama Nayra Melodia!” teriaknya lagi. Orang itu mengetuk pintu indekos milik Nayra.
“Wa’alaikumussalam ... iya, sebentar,” sahut Nayra.
Nayra meninggakan telepon genggamnya di kasur. Membuka pintu dan seorang kurir sudah berdiri di depannya.
“Benar ini alamat Nayra Melodia?” tanya kurir itu.
“Saya sendiri, Mas,” sahut Nayra.
Kurirnya memberikan paket tersebut. Tertulis alamat rumah Nayra serta ada nama Pak Toni dan Bu Sofi sebagai pengirim. Nayra terlonjak gembira membacanya.
Setelah memberi tanda
bukti sebagai penerima, dia bergegas membuka kiriman itu. Isinya makanan
kering, beberapa potong gamis dan jilbab baru.
#Bersambung....
Author: Aisyah Nantri
Sumber Pict: Pixabay
Selamat membaca di Catatan Pena Aisyah dan semoga ada manfaat yang didapat.
Post a Comment for "Mulai Curiga, Takdir Milik Allah episode 19"
Disclaimer: Semua isi konten baik, teks, gambar dan vidio adalah tanggung jawab author sepenuhnya dan jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan/dirugikan silahkan hubungi admin pada disclaimer untuk kami hapus.