Kado Istimewa, Takdir Milik Allah Episode 16
Novel Religi Penuh Motivasi Kehidupan
Arga yang mendengar kabar kelulusan Nayra, langsung mengirimkan kado ke rumah gadis itu. Paket yang diantarkan seorang kurir dari ekspedisi barang ditujukan kepada Nayra Melodia.
Sebuah kotak besar dibungkus kertas berwarna merah muda membuat Nayra penasaran akan isinya.
Tidak ketinggalan pula buket bunga yang cantik di atasnya, ada kartu ucapan diselipkan dekat pita besar yang menghias.
Hati Nayra bergejolak bahagia melihat nama pengirimnya. Mata gadis itu memutar indah dan meresapi kalimat sederhana yang tertulis di kertas itu.
“Nayra Melodia,
Congratulations
on your gradution. I’m sure today will be only the first of many proud,
succesful moments for you.”
-Arga Wijaya
Kalimat pendek itu dibaca Nayra bekali-kali. Meski dia tidak terlalu fasih berbahasa asing, tetapi Nayra mengerti kalau tulisan itu adalah ucapan yang manis.
“Nayra ... apa itu, Nak? Besar sekali,” tanya Bu Sofi.
“Tidak tahu, Bu. Nayra juga penasaran. Tadi ada kurir yang mengantar ini katanya paket untuk Nayra. Hadiah dari Kak Arga,” jawab Nayra.
“Arga? Arga teman sekolahmu yang waktu itu, yah, Nay?”
“Iya, Bu. Nayra mau buka isinya bikin penasaran saja.” Nayra merobek kertas pembungkus kado tersebut.
Di dalam kotak besar itu ada sebuah boneka berwarna merah fanta yang besarnya melebihi ukuran tubuh Nayra.
sangat lucu dan menggemaskan permukaannya dipenuhi bulu-bulu yang halus. Ada bantalan berbentuk love di kedua telapak tangan boneka itu.
“Kak Nayra, bonekanya gede banget. Nelsa mau ... Nelsa mau ... boleh aku peluk, yah, Kak!” teriak Nelsa kegirangan.
Nelsa memeluk boneka itu dan tiduran di atasnya. Mulut bocah tidak berhenti melontarkan kalimat pujian.
Mengusap-usapkan hidung di permukannya, sesekali dia berteriak senang. Nayra dan Bu Sofi tertawa melihat kelakuan Nelsa.
Memang wajar Nelsa betingkah seperti itu karena dari kecil mereka tidak pernah dibelikan mainan. Pak Toni dan Bu Sofi selalu berpesan, daripada membeli mainan uangnya lebih baik ditabung atau membeli barang yang bermanfaat.
“Kak Arga baik, yah, Bu. Di tengah kesibukkan kuliah dia msih sempat nyuruh orang untuk kirim hadiah buat Nayra. Kak Arga juga selalu kasih dukungan dan semangat pada Nayra,” ujar Nayra pada Bu Sofi.
“Mungkin sebagai apresiasi atas keberhasilan kamu, Nay. Semua orang berbeda cara mengungkapkannya tergantung kemauan dan kemampuan. Mungkin teman yang lain juga mau seperti Arga, tetapi bisa jadi ada kendala. Kita tidak menilai orang hanya dari luar, Nak,” nasihat Bu Sofi.
“Ada satu teman Nayra yang memberikan ucapan selamat pun dia enggan, Bu. Bahkan terang-terangan mengejek Nayra dan menuduh yang bukan-bukan karena Nayra dapat beasiswa, menyulut emosi saja,” tukas Nayra teringat perkataan Cindy ketika hari pengumuman.
“Nayra, jangan jadikan penilaian manusia sebagai tolak ukur kesuksesan dan kebahagianmu. Kamu akan susah sendiri jika punya pedoman seperti itu. Manusia tidak akan puas sebelum tanah menutup kuburannya,” tutur Bu Sofi.
“Nayra kesal, Bu. Mentang-mentang kita miskin bukan berarti mereka seenaknya saja bisa menghina.”
“Justru itu jadikan sebagai pelecut semangat kamu untuk lebih baik lagi. Akan tetapi, bukan untuk mendendam. Paham, Nak?” jelas Bu Sofi.
Nayra mengangguk setuju, ibunya memang selalu bisa membuat Nayra berpikiran positif. Nayra mengambil telepon genggamnya dan mengirim pesan singkat kepada Arga untuk mengirimkan ucapan terima kasih.
[Kak Arga, terima kasih untuk hadiahnya. Nayra suka banget. Kakak cepat pulang, yah, Nayra kangen.]
Gadis itu tersenyum memandangi ponselnya menunggu pesan balasan dari Arga. Namun, Arga tidak kunjung membalas pesan dari Nayra karena pemuda itu sedang sibuk mengerjakan tugas kuliah.
***
Waktu terasa cepat berlalu, detik demi detik berlari kencang menuju pergantian jam. Siang pun telah berganti malam, malam ini adalah malam terakhir Nayra di rumah karena besok dia akan berangkat ke Yogykarta untuk menempuh pendidikan di kota itu.
Ada koper cantik yang mengiringi langkah Nayra di Yogyakarta sana. Isinya beberapa helai pakaian dan barang yang dia perlukan.
Tidak ketinggalan pula hadiah dari Arga, boneka lucu dan peralatan tulis yang Arga berikan ketika mereka di toko buku.
“Nayra, barang yang penting sudah dimasukkan semua, Nak? Jangan sampai ada yang tertinggal,” kata Bu Sofi melihat Nayra yang sedang membereskan barang yang akan dibawa.
“Iya, Bu. Ini Nayra lagi memuat baju yang kira-kira mau dipakai di sana biar masuk semua di koper,” sahut Nayra.
“Kalau sudah di Yogya kamu harus bisa jaga diri, Nay. Mulai bertanggung jawab terhadap dirimu sendiri. Janga lupakan kewajiban beribadah, hati-hati pula dalam bergaul, Nak” Pak Toni memberikan nasihat kepada Nayra.
Wajah Pak Toni yang biasanya tenang tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran. Walau tidak ada air yang keluar dari matanya, tetapi manik tua itu tidak bisa berbohong kalau ada kesedihan di sana.
“Jilbabnya dipakai terus, yah, Nak. Jangan buka tutup karena itu tidak baik,” kata Bu Sofi.
“Iya, Bu, tetapi Nayra masih agak susah jalan. Apa karena gamisnya terlalu panjang?” tanya Nayra.
“Itu karena belum terbiasa, Nay. Nanti lama-lama kamu nyaman memakainya,” Bu Sofi menyeka sudut matanya.
Semburat kesedihan tergambar jelas di wajah Bu Sofi. Ada kristal bening yang perlahan jatuh. Wanita separuh baya itu berusaha menyembunyikannya dan Nayra pun pura-pura tidak melihat.
Nayra berusaha bersikap biasa saja dan tidak ingin terlihat cengeng di depan orang tuanya, gadis itu menyembunyikan tangis dalam diam.
Bagaimana tidak? Ini adalah pertama kalinya Nayra berpisah jauh dari keluarga. Dia harus belajar hidup mandiri dan membiasakan diri menyelesaikan masalah.
“Setelah sampai di Yogya jangan lupa kabarin budemu, Nay. Nanti budemu yang jemput dan sekalian nyari kos-an buat kamu di sana. Cari yang agak dekat kampus, Nak, biar berangkat kuliahnya bisa jalan kaki. Kamu harus pandai berhemat,” kata Pak Toni mengingatkan.
“Siap, Yah. Tadi Nayra sudah mengabarkan Bude, kata beliau sudah dapat kos-an yang cocok. Sudah lengkap semua dan ada dapurnya juga, jadi kalau mau makan Nayra bisa masak sendiri,” sahut Nayra.
Semua petuah dari Pak Toni dan Bu Sofi adalah bekal penting bagi Nayra. Pengorbanan orang tuanya tidak akan dilupakan Nayra begitu saja.
Ayahnya merelakan uang tabungan yang dikumpulkan selama bertahun-tahun sebagai biaya membeli tiket pesawat dan biaya hidup Nayra di Yogya.
Drrrttt ... tling!
Telepon genggam yang Nayra letakkan di dalam saku bergetar pelan, sebuah pesan balasan dari Arga menyapanya.
[Sama-sama, Nayra. Semoga kamu suka dan selamat menjalani hari-hari dengan penuh kebahagian.]
[Do’a yang sama untuk Kak Arga. Kakak kapan pulang ke Indonesia?]
[Nunggu libur, Nay. Aku pasti pulang untuk ketemu kamu.]
Pesan
terakhir dari Arga membuat Nayra semakin merindukan pemuda itu.
#Bersambung....
Author: Aisyah Nantri
Sumber Pict: Pixabay
Selamat membaca di Catatan Pena Aisyah dan semoga ada manfaat yang didapat.
Post a Comment for "Kado Istimewa, Takdir Milik Allah Episode 16"
Disclaimer: Semua isi konten baik, teks, gambar dan vidio adalah tanggung jawab author sepenuhnya dan jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan/dirugikan silahkan hubungi admin pada disclaimer untuk kami hapus.