Hadiah Manis, Takdir Milik Allah Episode 11
Novel Religi Penuh Motivasi Kehidupan
Ikatan cinta yang terjalin antara Nayra dan Arga membuat hubungan mereka semakin erat. Merajut cinta dengan menghabiskan waktu bersama, serta mengukir cerita dalam kegiatan-kegiatan kecil yang mereka lakukan. Terkadang keduanya pergi ke Taman Kota atau ke Mal di kota itu.
Bahu Nayra berulang kali bersentuhan dengan pengunjung, membuat langkah gadis itu sedikit tersendat. Mal ini memang cukup ramai di akhir pekan, karena sebagian besar penduduk kota memilih mencari hiburan di Mal ini.
“Nayra, sini. Jalannya jangan jauh-jauh nanti kamu hilang,” canda Arga.
Nayra hanya mendelik lalu memasang wajah manja mendengar ucapan Arga. Meski hatinya berbunga-bunga, tetapi gadis itu berusaha bersikap biasa saja. Arga menggandeng tangan Nayra di antara kerumunan pengunjul Mal yang berlalu lalang.
“Ayo, pegang tanganku yang erat! Aku bisa-bisa kehilangan semangat kalau kamu sampai ada yang membawa pulang,” sambung Arga, mengeratkan genggaman pada tangan Nayra.
Remaja berkulit putih itu membuat Nayra merasa nyaman. Perhatian kecil yang Arga berikan seperti sebuah bentuk khusus yang diperuntukkan kepada Nayra seorang. Jiwa mudanya terhanyut diperlakukan Arga seperti itu. Arga pun merasa bahagia ketika mereka sedang bersama.
Mereka memasuki salah satu toko buku yang berada di Mal terbesar di kota ini. Beberapa pekerja yang berseragam merapikan susunan buku di rak. Pengunjung yang datang beragam mulai dari anak sekolah sampai orang dewasa.
Arga masih mencari peralatan sekolah dan buku yang dia perlukan. Mereka menyusuri deretan buku yang tersusun di rak, Nayra sesekali membaca buku yang ada di sana.
Melihat novel yang bertumpuk membuat gadis itu ingin memborongnya semua. Dia sering berkhayal menjadi seorang Cinderella dan dijemput pangeran tampan menuju istana Cinta.
“Nay, kamu sudah selesai? Kita cari makan, yuk. Kamu pasti laper ‘kan,” ajak Arga membuyarkan lamunan Nayra.
“Memangnya Kak Arga sudah dapet yang dicari?” Nayra balik bertanya.
“Udah, nih.” Arga menunjukkan buku dan beberapa barang yang dia pegang.
Nayra mengembalikan buku novel yang sedang dia baca serta membetulkan letaknya seperti semula, beranjak dari tempat dia memilah buku.
“Kok, novelnya gak dibawa? Kamu mau yang mana, Nay? Ambil saja nanti biar sekalian,” tawar Arga.
“Nayra cuma melihat-lihat saja, Kak. Belum tertarik sama ceritanya, di rumah masih ada yang belum dibaca nanti mubazir,” kilah Nayra.
“Yah, sudah. Kamu tunggu di sana saja, aku mau bayar ini dulu.” Arga menunjuk deretan kursi yang disediakan untuk pengunjung.
Nayra duduk di sana, menunggu Arga membayar belanjaan. Gadis itu memperhatikan pengunjung yang berlalu lalang terlihat beberapa anak sekolah asyik bercanda.
Sepasang muda-mudi berjalan sambil berangkulan bersikap cuek dan tidak peduli keadaan sekitar. Bermesraan di tempat umum membuat Nayra menjadi malu melihatnya. Sepertinya usia mereka tak jauh berbeda dengan Nayra.
“Hey, Nayra. Jangan melamun nanti ketiduran seperti di toilet waktu itu.” Suara Arga mengagetkan Nayra. “Kamu lagi mikirin apa, Nay? Sepertinya asyik banget. Hayoo ... lagi mengkhayal, yah.”
“Eh, hehe ... gak melamun, Kak. Nayra lagi ngitungin orang lewat,” canda Nayra.
“Orang lewat kok dihitung, gak bakalan selesai-selesai. Kamu ada-ada aja, Nay.”
“Siapa tahu aja nanti ada yang mau kasih reward,” kilah Nayra, “Sudah mau on the way, yah, Kak?”
Gadis itu berdiri dari tempatnya duduk.
“Ini untuk kamu.” Arga memberikan sebuah bungkusan besar.
“Apa ini, Kak?” tanya Nayra.
“Buka saja. Semoga kamu suka dan bermanfaat.”
Nayra membuka bungkusan itu dan melihat di dalamnya ada beberapa novel yang dibacanya di rak tadi, sebuah boneka kecil dan satu set alat perlengkapan sekolah yang lucu. Berwarna merah muda warna kesukaan Nayra.
Nayra ingin sekali menerima pemberian Arga, tetapi dia teringat nasihat Bu Sofi kalau tidak boleh merendahkan diri dengan meminta. Hal tersebut membuat gadis itu menjadi ragu.
“Kak, Nayra ‘kan gak minta. Ini banyak banget, aku gak bisa menerimanya, Kak,” tolak Nayra halus.
“Gak apa-apa, Nay. Aku akan marah kalau kamu tidak mau menerima ini, anggap saja ini hadiah dari aku. Kita bakalan lama gak ketemu, kalau nanti kamu kangen bisa lihat ini.”
“Tapi, Kak ....”
“Udah, pokoknya ambil ini. Sama pesan aku jangan kebanyakan baca buku yang dipakai untuk mengkhayal, sebagai selingan saja kalau lagi suntuk. Perbanyaklah belajar kamu ‘kan mau kelas tiga.”
Arga mengacak pelan rambut Nayra, gadis itu reflek menjauhkan kepalanya dari sentuhan tangan Arga.
“Rambut aku jadi berantakan nanti gak cantik lagi,” ucap Nayra penuh percaya diri. Merapikan rambutnya yang memang tidak pernah tertata rapi. Bergelombang dan mengembang.
“Siapa bilang kamu cantik, Nay? Pede banget anak ini, ha ha ha!” ejek Arga menertawai Nayra.
Mata Nayra terbelalak mendengar ucapan Arga, dia berdiri berkacak pinggang di hadapan Arga.
“Ampun, Nay, aku Cuma bercanda jangan marah, yah. Peace.” Arga mengacungkan jari tengah dan telunjuknya.
“Lagian Kak Arga bercandanya iseng banget. Semua wanita itu cantik tidak ada yang tampan. Ibu juga bilang seperti itu, kok,” bela Nayra.
“Iya, iya, Nayra cantik makanya aku suka. Kamu kalau lagi marah seperti tadi bukan bikin orang takut malah terlihat menggemaskan. Punya badan kecil enak jadi kelihatan awet muda dan imut-imut. Nanti sudah usia dewasa pun dikira orang masih anak sekolahan.”
“Kak Arga jangan ngejek, deh. Meski badan Nayra kecil, tetapi kalau tenaga boleh diadu.”
“Duh ... lagaknya bolehlah, bikin aku makin gemes,” kata Arga kembali mengacak-acak rambut Nayra.
“Kak Arga!” teriak Nayra sambil mencubit lengan Arga.
“Aww! sakit, Nay.”
“Makanya jangan bercanda terus.”
“Yah, maaf. Ayo, kita cari tempat makan,” ajak Arga, “jangan berdiri di sini terus nanti kita dikira mau minta sumbangan.”
Nayra dan Arga berlalu dari toko buku untuk mencari tempat mengganjal perut. Di sudut ruangangan itu ada tiga pasang mata yang diam-diam memperhatikan mereka.
“Aku gak boleh tinggal diam,” geram Cindy.
“Terus apa yang akan kamu lakukan?” tanya Dona.
“Aku harus kasih Nayra pelajaran biar dia menjauh dari Kak Arga.”
“Kalau Arga marah, bagaimana, Cin?” tanya Laura.
“Seperti biasa aku akan meminta perlindungan kepada Tante Mirna mamanya Kak Arga. Tante Mirna ‘kan berteman dekat sama mami aku,” sahut Cindy mengumbar senyum sinis.
#Bersambung....
Author: Aisyah Nantri
Sumber pict: Pixabay
Selamat membaca di Catatan Pena Aisyah dan semoga ada manfaat yang didapat.
Post a Comment for "Hadiah Manis, Takdir Milik Allah Episode 11"
Disclaimer: Semua isi konten baik, teks, gambar dan vidio adalah tanggung jawab author sepenuhnya dan jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan/dirugikan silahkan hubungi admin pada disclaimer untuk kami hapus.