Korban Kejahilan, Takdir Milik Allah Episode 9
Novel Religi Penuh Motivasi Untuk Remaja Dan Dewasa.
Toilet adalah tempat kotor yang sering dijadikan setan untuk bersarang, tetapi ruangan sempit ini membuat orang-orang candu untuk berlama-lama di dalamnya. Melepaskan hajat dengan sedikit melamun indah sehingga melahirkan imajinasi dan inspirasi.
Sekolah juga menyediakan fasilitas tersebut. Ruangan yang digabung kamar mandi itu didesain sedemikian rupa, di beri tambahan tempat cuci muka dan sebuah cermin kecil. Sehingga sering digunakan para siswi untuk merapikan dandanan mereka.
“Jadi, gimana, Cin?” tanya Laura pada Cindy.
“Lihat saja nanti, kita kerjain lagi si Nayra biar dia makin tidak betah di sekolah ini. Makin berani dia sekarang, mulai tebar pesona buat deketin Kak Arga. Aku gak bakalan tinggal diam,” sahut Cindy sambil memoleskan bedak di wajahnya.
“Kayaknya kamu benci banget sama Nayra.” timpal Dona.
“Aku gak suka Nayra ada di sekolah ini, secara sekolah kita bagus. Kalau ada murid miskin seperti dia nanti menimbulkan polusi mata. Apalagi sekarang dia mulai berani deketin Kak Arga, masa’ sainganku sekelas Nayra. Gak level banget! Belum kapok dia terkurung di toilet waktu itu,” geram Cindy.
“Iya, kemarin Kak Arga belain Nayra di banding kamu, Cin.”
Cindy menghentikan tangannya memoles wajah. Dia menarik-narik ujung dagunya sambil mengumbar pandangan ke dinding toilet. Manik gadis muda itu berputar indah.
“Aku ada ide!” serunya.
“Apa, tuh?” tanya Dona.
“Kita kerjain lagi si Udik sebagai pelajaran karena dia sudah berani deketin Kak Arga, akan kubuat siswi miskin itu makin gak betah di sekolah ini!”
“Gimana caranya?” timpal Laura.
Cindy membisikkan sesuatu ke telinga Dona dan Laura, mereka merencanakan sesuatu yang jahat kepada Nayra. Mata-mata licik itu makin bersinar.
“Setuju guys?” tanya Cindy.
“Yes!” sahut Dona dan Laura.
Mereka bertiga tertawa cekikikan membayangkan sesuatu untuk menjahili Nayra.
“Udah, yuk, keburu masuk,” ajak Cindy.
Cindy, Dona dan Laura pergi meninggalkan toilet dan kembali ke kelas.
***
Berulang kali Nayra memeriksa laci meja dan lemari buku yang ada di kelas. Akan tetapi, tas gadis itu belum juga ditemukan.
Dia menjadi korban tangan-tangan jahil, karena tidak mungkin tas tersebut menghilang begitu saja tanpa ada yang menyembunyikan.
Jika ada yang mengambil pun sungguh tidak masuk di akal. Tasnya bukan tas yang mahal, bahkan sudah tidak layak pakai bagi murid lain.
Anak-anak bukannya membantu malah mengejek Nayra, hanya ada beberapa siswi yang bersimpati ikut membantu memeriksa laci meja.
“Kenapa itu si Nayra dari tadi bolak-balik meriksain laci meja? Nyari apa, sih?” tanya seorang siswi.
“Kasihan si Udik kehilangan tas jeleknya,” sahut Cindy.
“Udahlah, Nayra, ikhlaskan saja! Mungkin tas jelekmu gak betah lagi memeluk punggungmu, hahaha!” olok Dona, siswi berambut pendek itu ikut tertawa mengejek.
“Sttt, diem! Pak Anton sedang menuju ke sini!” teriak Laura.
Mereka kembali ke kursi masing-masing, hanya Nayra yang masih berdiri kebingungan.
Kreek!
Suara pintu kelas dibuka.
“Assalamu’alaikum, selamat Siang, anak-anak,” sapa Pak Anton, masuk kelas dengan penuh wibawa.
“Wa’alaikumussalam, selamat Siang, Pak Anton.” Anak-anak memberi hormat.
“Itu Nayra kenapa masih berdiri? Kamu nungguin apa? Kita mau memulai pelajaran,” lugas Pak Anton menegur Nayra.
“Nunggu dikasih uang buat jajan, Pak. Biar tidak kelaparan seperti waktu itu,” celetuk Laura.
“Hahaha ....” celetukan Laura disambut deraian tawa seisi kelas.
Pak Anton mengangkat tangan kanannya memberi kode supaya tenang.
“Nayra kamu kenapa?” tanya Pak Anton.
“Anu, Pak, tas saya hilang. Tadi sebelum istirahat masih ada di laci, pas saya balik sudah tidak ada lagi,” jelas gadis itu.
Anak-anak kembali ribut mendengar ucapan Nayra.
“Nayra, Nayra, makanya kalau tas sudah tak layak pakai mending dibuang, mengganggu pemandangan kelas ini saja.” Cindy kembali menyerang Nayra dengan ejekan.
“Gak bakalan ada yang ngambil, Nay. Dikasih gratis aja belum tentu ada yang mau,” Dona menyahut penuh antusias.
Laura pun tak mau kalah. “Heran deh, sengaja bener cari perhatian.”
Suara-suara sumbang itu kembali menggaung di dalam kelas membuat perasaan Nayra seperti teraduk.
Dia ingin marah, tetapi tidak tahu sama siapa. Ingin meneteskan air mata. Namun, ditahan sekuat tenaga.
Pak Anton kembali mengangkat tangannya.
“Siapa yang menyembunyikan tas Nayra?” Pak Anton mengedarkan pandangan pada seisi kelas.
Hening.
Tidak ada seorang pun yang menjawab pertanyaan Pak Anton, seakan-akan kelas ini tidak ada penghuninya.
“Kalau tidak ada yang mengaku kalian semua mendapat hukuman dan nilai mata pelajaran yang Bapak berikan dikurangi,” ancam Pak Anton.
Suasana kembali menjadi ribut karena semua saling menyalahkan. Beberapa suara menyebut nama Cindy, Dona dan Laura.
“Tadi kayaknya Cindy, Dona dan Laura yang main lempar-lemparan pakai tas Nayra,” celetuk seorang siswi bernama Bella.
Cindy menghujam Bella dengan sorot mata mengancam, tetapi Bella tidak merasa gentar. Siswi penyandang juara karate itu tentu tidak bergeming melihat raut wajah Cindy.
Semua mata mengarahkan pandangan pada Cindy, Dona dan Laura, wajah mereka bertiga terlihat memerah.
Niat jahat dan kejahilan mereka terbongkar, Nayra menggeram di tempat. Ingin sekali gadis itu beradu fisik dengan Cindy dan dua temannya. Namun, niat itu diurungkan mengingat ada Pak Anton yang masih berdiri di depan kelas.
“Rupanya Cindy masih ingin melanjutkan peperangan ini, beraninya dia main belakang dengan cara yang curang. Tunggu saja pembalasanku, jangan pikir aku akan terima diperlakukan seperti ini,” bisik Nayra.
“Ngaku aja Cindy daripada kena semua!” Ada yang berteriak.
“Aduh, kasihan si Nayra dikerjain terus sama mereka bertiga.”
“Parah, yah, anak donatur sekolah tidak menjunjung peri kemanusiaan.”
“Udah ... maju aja.”
Lontaran kalimat itu berbalik menyerang Cindy, Dona dan Laura. Cindy tidak terima orang tuanya di sangkut pautkan.
Dia berdiri mengedarkan pandangan ke anak-anak yang menuduhnya, sebagai anak salah satu donatur yang ada di sekolah ini membuat siswi arogan itu merasa sangat berkuasa. Namun, Pak Anton tetap menjalankan tugasnya.
“Di mana kalian sembunyikan tas Nayra?” tanya Pak Anton.
“Kami tidak tahu, Pak,” sangkal Cindy.
Akan tetapi Laura dan Dona sudah terlanjur mengeluarkan pengakuan.
“Di kotak sampah, Pak,” sahut mereka bersamaan.
Cindy mendelik ke arah kedua sahabatnya itu, raut takut tergambar jelas di wajah Dona dan Laura.
“Ambil dan berikan kepada Nayra!” Pak Anton meninggikan suaranya. “Cindy kamu masih tidak mau mengaku?”
“I-iya, Pak.”
Cindy berjalan ke arah kotak sampah dan mengambil sesuatu di dalamnya. Dia memegang tas Nayra yang sudah kotor dengan jijik.
“Kalian bertiga sudah keterlaluan, keluar sekarang dan berdiri di lapangan sampai jam pelajaran selesai! Bel pulang nanti silahkan ambil surat panggilan untuk orang tua kalian. Tambahan hukuman diskors selama tiga hari!” tegas Pak Anton.
Cindy, Dona dan Laura keluar kelas tanpa perasaan bersalah, meninggalkan tas Nayra yang kotor.
#Bersambung....
Author: Aisyah Nantri
Sumber pict: Pixabay
Selamat membaca di pena Aisyah dan semoga ada manfaat yang didapat.
Post a Comment for "Korban Kejahilan, Takdir Milik Allah Episode 9"
Disclaimer: Semua isi konten baik, teks, gambar dan vidio adalah tanggung jawab author sepenuhnya dan jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan/dirugikan silahkan hubungi admin pada disclaimer untuk kami hapus.