Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Cantik Sesungguhnya, Takdir Milik Allah Episode 8

Novel Religi Penuh Motivasi dan Pelajaran Kehidupan

Waktu sudah menunjukkan pukul 20.35 WIB.

Pak Toni sedang tugas ronda malam, Nina dan Nelsa sudah tertidur di kamar. Hanya ada Nayra dan Bu Sofi di ruang tamu. Di tengah cahaya lampu yang sedikit remang, Bu Sofi menutup Al-Qur’an yang sedang beliau baca.

Nayra langsung membereskan buku tugasnya yang berserakan, dia merasa penat. Banyak sekali tugas yang gadis itu kerjakan malam ini.

Nayra ketinggalan mata pelajaran Pak Anton karena tadi siang menjalankan hukuman. Bu Sofi menhampiri putrinya sambil mengembangkan senyum.

“Sudah selesai belajarnya, Nay?” tanya Bu Sofi.

“Belum, Bu. Nayra menyelesaikan tugas tadi siang, tinggal sedikit lagi rampung,” jawab Nayra sambil memasukkan buku ke tas.

“Kalau belum selesai mengapa sudah dibereskan, Nak?” Bu Sofi menatap Nayra heran.

Nayra menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Besok pagi saja, Bu. Nayra lanjutkan sehabis salat Subuh. Kepala Nayra pusing kalau kebanyakan melihat angka-angka.”

“Yah, sudah kalau mau dilanjutkan besok pagi. Cuma bangunnya jangan kesiangan. Biasakanlah bangun pagi, kamu sudah besar harus ada perubahan. Tidak baik anak gadis bangunnya keduluan sama kokok ayam. Sempatkan untuk salat Tahajud biar Nayra menuntut ilmunya juga dipermudah oleh Allah Ta’ala,” nasihat Bu Sofi.

Rona kebahagiaan semakin terpancar dari wajah Nayra, ada sesuatu yang ingin dia utarakan kepada ibunya.

“Bu, Nayra ‘kan sudah besar, itu artinya Nayra sudah boleh punya teman di sekolah?”

“Memangnya Nayra di sekolah tidak punya teman? Kamu ‘kan sekolah hampir dua tahun, Nay.” Bu Sofi menatap Nayra seakan-akan tidak percaya.

“Maksud Nayra teman lelaki, Bu. Boleh Nayra punya teman lawan jenis?”

“Berteman sama siapa saja, Nay. Asal untuk dekat harus pilih-pilih karena teman itu mempengaruhi dan warna itu cepat menular. Jangan sampai Nayra terwarnai oleh pertemanan yang tidak baik, apalagi lawan jenis. Ibu tidak melarang harus berteman sama siapa, tetapi kamu harus tahu batas.”

“Nayra tau, kok, Bu. Mana teman yang baik dan teman yang buruk, seperti kata Ibu tadi Nayra sudah besar,” sahut Nayra.

“Nayra, usia kamu belum genap tujuh belas tahun jauh dari kata matang. Anak seusia kamu rentan tergoda untuk terjerumus ke pergaulan yang tidak baik, Ibu dan ayahmu bukan melarang, tetapi kami juga harus tahu kamu bergaul dengan siapa.”

“Bagaimana dengan Kak Arga, Bu? Apakah boleh Nayra berteman dekat sama Kak Arga?”

Nayra masih terbayang wajah remaja tampan itu. Tawaran pertemanan dan perhatian dari Arga berhasil menarik simpatinya. Seperti ada bunga-bunga bermekaran di hati gadis itu.

Walau di depan Arga dia bersikap biasa, tetapi gemuruh di dadanya sulit untuk disembunyikan. Kata anak zaman sekarang terbawa perasaan alias baperan. Mungkin karena Nayra tidak pernah mendapatkan perhatian dari lawan jenis selain ayahnya.

“Arga kelihatannya anak yang baik, tetapi Ibu lebih senang jika Nayra berteman biasa dan jangan terlalu dekat. Nayra suka sama Arga?” Bu Sofi mencium gelagat itu di wajah Nayra.

Nayra tersipu malu. “Kak Arga baik, mau berteman sama siapa saja tanpa memandang fisik dan status sosial, padahal dia tampan dan siswa berprestasi di sekolah. Kalau anak-anak lain milih-milih yang selevel sama mereka.”

Bu Sofi menarik napas dalam.

“Manusia memang kebanyakan seperti itu, melihat manusia lain dengan kacamata dunia. Padahal Allah tidak pernah mencintai hambanya dengan melihat rupa.”

“Apa Nayra terlihat jelekkah? Menurut Ibu, Nayra cantik atau tidak?” Si gadis mematut diri di depan ibunya.

Bu Sofi memegang pipi putrinya dengan lembut. “Nayra anak Ibu, semua wanita itu cantik, Nak. Kita diciptakan dalam keadaan sempurna, termasuk kamu. Lihatlah betapa manisnya senyumanmu. Kulit sawo matang dihiasi lesung pipi yang menawan, rambut indah beriak. Anak Ibu adalah anak termanis di dunia.”

Nayra mengalihkan pandangan ke cermin rias yang ada di depannya, dia terpesona melihat senyuman yang terpantul di sana. Sangat manis.

“Berarti ada kemungkinan kalau ada yang tertarik sama Nayra?”

“Jangan berpikiran terlalu jauh, Nay, yang harus dilakukan sekarang adalah belajar. Jadi anak yang pintar dan sekolah dengan benar. Kelak akan ada waktunya Nayra menjalani hidup seperti orang dewasa, tetapi bukan sekarang.”

Nayra diam mendengarkan petuah dari Bu Sofi yang sangat menyejukkan. Wajah wanita itu tidak lepas dari senyum membuat Nayra selalu merasa tenang.

Istri hebat yang selalu setia mendampingi suaminya dalam setiap keadaan. Ibu sederhana yang selalu berusaha menjadi madrasah bagi anak-anaknya.

“Kalau Nayra mau berteman sama Arga tidak apa-apa, tetapi kamu harus tahu batasan. Nayra masih sekolah dan baru kelas dua SMA, masih muda, Nak. Ibu khawatir jika kamu berteman dengan cara tidak wajar akan merugikan dirimu sendiri,” lanjut Bu Sofi.

Nayra terpejam meresapi setiap kalimat yang Bu Sofi ucapkan.

“Berarti boleh, yah, Bu? Misalkan Nayra belajar bareng sama Kak Arga atau diantar pulang seperti tadi siang.”

“Boleh, Nay. Asal sesekali dan bukan kamu yang minta diantarkan. Kita juga dilarang bersikap sombong dan tidak dibenarkan pula bersikap merendahkan diri, ambil pertengahan saja. Nayra mengerti maksud Ibu?”

Gadis itu menggenggam tangan Bu Sofi, menatap mata ibunya yang memancarkan kasih sayang. “Nayra mengerti, Bu. Nayra akan tetap menjadi anak Ibu yang punya harga diri dan menjaga kehormatan.”

“Ibu dan Ayahmu akan kasih Nayra kepercayaan, mulai sekarang belajar bertanggung jawab terhadap dirimu sendiri. Sebagai orang tua kami tetap mengawasi dan tidak akan melepasmu sepenuhnya.”

“Ibu, ajarkan Nayra menjadi wanita yang lembut karena kata mereka Nayra bar-bar dan seperti orang udik,” pinta Nayra.

“Bar-bar itu apa, Nay? Bahasa apa itu? Ibu baru dengar.” Raut wajah Bu Sofi menjadi heran.

“Bar-bar itu mirip orang yang tidak punya sopan santun dan melanggar aturan, Bu.”

“Loh, siapa yang bilang Nayra seperti itu?”

“Eng ... maksud Nayra, anak muda zaman sekarang terkadang tidak bisa mengendalikan diri saat bersikap. Nayra pengen lebih anggun seperti wanita lain.”

Bu Sofi merangkul Nayra dalam pelukannya. “Kamu sudah anggun, Nak, sudah manis. Tidak perlu menjadi orang lain, perbaiki saja hatimu nanti keanggunan itu akan terpancar dengan sendirinya.”

Nayra semakin membenamkan wajah dalam pelukan sang ibu.

“Terima kasih, yah Allah, Engkau sudah menitipkan aku ke orang tua seperti Ibu di dunia ini.” Dia berbisik penuh syukur penuh ketulusan.

#Bersambung.... 


Author: Aisyah Nantri

Sumber pict: Pixabay


Selamat membaca di catatan pena Aisyah dan semoga ada manfaat yang didapat. 



Post a Comment for "Cantik Sesungguhnya, Takdir Milik Allah Episode 8"